Chapter 8
"Lepaskan aku! Kenapa kalian melakukan ini padaku!" teriak gadis itu sekuat tenaga.
Natsumi terus saja meronta-ronta sejak mereka sampai di bangunan itu 15 menit yang lalu. Tangan dan kakinya diikatkan ke sebuah kursi kayu. Ia berada dekat dengan bibir lantai 60 gedung itu. Sebuah ruangan terbuka di lantai paling atas bangunan tua.
"Percuma saja kau menjerit. Tak ada seorang pun yang bisa mendengarmu dari sini," ucap Zhou Mi yang mulai berjalan mendekati Natsumi setelah sebelumnya berbicara dengan Henry.
Natsumi menyipitkan matanya. "Lepaskan aku, Zhou Mi! Daddy pasti akan membunuhmu jika dia tahu!" pekik Natsumi dengan sorot mata tajam.
Zhou Mi terkekeh. Ia mengangkat dagu dan melayangkan tangannya menyentuh pipi Natsumi. Kemudian ia meludah lalu berkata. "Cih, justru itulah yang kuharapkan. Sebentar lagi ayah kesayanganmu itu akan datang ke sini dan menyelamatkanmu," Zhou Mi menundukkan kepalanya. "Tapi sayangnya ayahmulah yang akan kubunuh," lanjutnya dengan nada sinis lalu pria itu tertawa lebar. Terlalu lebar. Ia menghempaskan wajah Natsumi begitu saja hingga kepala gadis itu tersentak kuat ke belakang.
Natsumi mengatur napasnya yang terasa semakin berat. Jantungnya tiba-tiba berdetak luar biasa cepat hingga ia bisa mendengar sendiri detak jantungnya yang tak beraturan. Pengkhianat. Zhou Mi ternyata adalah seorang pengkhianat. Bawahan ayahnya yang sudah bekerja selama 3 tahun. Pandangan gadis itu kemudian melayang pada Henry yang sejak tadi hanya diam di salah satu sudut ruang terbuka itu dan bersandar pada sebuah tiang di sana.
Ia hanya diam. Tidak mengatakan kalimat sepatah katapun. Ia hanya berdiri sambil bersandar di sana dengan kedua tangan di lipat di depan dada. Ia melihat ujung sepatunya, namun pandangannya kosong.
Natsumi sangat kecewa. Ada sebuah luka menganga lebar dalam dadanya saat melihat wajah itu. Sebuah perasaan yang menyesakkan. Natsumi tak mengerti kenapa tiba-tiba matanya menghangat. Ia merasa di bodohi selama 3 tahun ini. Benar-benar di bodohi.
Henry mengangkat wajahnya dan pandangan mereka bertemu. Tatapan Henry terlihat nanar. Ada seberkas kesedihan dalam tatapannya. Ada sebuah kebingungan yang menyarang di otaknya. Ada sekelebat rasa sakit yang luar biasa dalam saat melihat wajah gadis itu. Ia bimbang. Henry mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berharap bisa mehalau kekacauan dalam otaknya.
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Natsumi. Matanya sudah memerah.
Henry diam. Ia tahu gadis itu sedang bicara padanya, tapi ia tak sanggup bahkan hanya untuk melihat wajah gadis itu. Sayatan pedih di hatinya mulai terasa semakin dalam. Ia tak ingin merampas kebahagiaan gadis itu. Sungguh, ia benar-benar tak menginginkan ini semua terjadi. Otaknya kacau. Sangat kacau, hanya karena gadis itu. Tapi ia tak bisa mundur lagi sekarang. Hal yang sudah ia nantikan selama 3 tahun harus ia laksanakan hari ini juga. Ya, apapun resikonya. Sekalipun gadis itu akan membencinya seumur hidup.
"Katakan padaku kenapa kau melakukan ini, Henry Lau?!!" tanyanya lagi dengan suara tinggi.
Henry hanya bisa menunduk. Sekalipun namanya disebut dan gadis itu marah padanya, ia berharap ia mati saat itu juga. Ia tak berani mengangkat wajahnya. Menatap wajah sedih gadis itu sama saja dengan membunuhnya.
"Apa yang telah ayahku lakukan padamu sampai kau tega membohongiku seperti ini?" Suara gadis itu semakin nanar. "Sebesar apa kesalahan yang dia lakukan padamu, Henry Lau? Jawab aku!! Apa kau juga menaruh dendam padanya? Pada Ayahku?" gadis itu mulai terisak dan itu semakin membuat Henry merasakan nyeri yang luar biasa dalam dadanya.
Henry mengangkat wajahnya dan ia melihat gadis itu telah menangis. "Bagaimana bisa kau membodohiku seperti ini selama tiga tahun! Aku seperti seorang gadis bodoh yang begitu mudahnya di tipu! Aku benar-benar bodoh!!" lanjutnya sambil terisak hebat.
Henry menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Ia mengepalkan tangannya keras-keras. Ia harus berusaha sekuat tenaga menahan dirinya untuk tidak berlari memeluk gadis itu. Hatinya benar-benar hancur sekarang.
"Sudah selesai berhisteris rianya?" sela Zhou Mi yang membuat Natsumi dan Henry menoleh cepat. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia memiringkan kepala, menatap wajah gadis itu lekat-lekat.
"Biar aku saja yang menjawab pertanyaanmu barusan." lanjut Zhou Mi. Ia berjalan mengitari Natsumi yang terikat. "Kau tahu kalau ayahmu itu pembunuh berdarah dingin, bukan? Kau juga tahu, banyak anak buahnya sendiri yang berakhir sia-sia di tangannya. Ia membunuh bawahannya sendiri yang ia sebut dengan pengkhianat itu dengan tangan dingin. Dan, kau tahu. Orang tua Henry adalah salah satu dari mereka!" ucapnya tepat di hadapan Natsumi.
Baru saja Natsumi akan membuka mulutnya, Zhou Mi melanjutkan.
"Kau pasti berpikir kalau orang tuanya itu pengkhianat?" Natsumi mengerutkan keningnya dalam. Zhou Mi tersenyum samar sambil mendengus. "Bukan. Orang tuanya bukan seorang pengkhianat. Orang tuanya hanya berusaha untuk melindungimu dan ibumu. Tapi hanya karena kecelakaan kecil Robert langsung membunuh mereka berdua. Mengenaskan, bukan?"
"Omong kosong!" sebuah suara menghentakkan mereka bertiga dan menoleh serentak ke asal suara.
"Daddy! Marcus!" teriak Natsumi antusias di sela tangisnya.
"Angel, putriku," sahut Robert.
“Natsumi,” tambah Marcus.
Robert hendak berjalan mendekat namun segera di cegah oleh Marcus, melihat Zhou Mi telah menodongkan pistolnya ke kepala gadis itu. Membuat Robert dan Marcus terkesiap, begitu juga dengan Henry.
"Henry Lau, tunggu apa lagi? Kau bisa menghabisinya sekarang." seru Zhou Mi sambil mengayunkan dagunya pada Robert.
Henry mulai berjalan ragu setelah sebelumnya melirik ke arah Natsumi. Posisi gadis itu sedang dalam bahaya, aku tidak bisa bertindak sembarangan, pikirnya. Entah kenapa tiba-tiba tujuannya sekarang sudah berbeda. Bukan balas dendam lagi yang ada di benaknya. Melainkan keselamatan gadis itu. Jika ia tidak menuruti perintah Zhou Mi, Natsumi bisa celaka.
Henry mengambil pistol dari balik punggungnya dan berjalan mendekati Robert sambil menodongkan pistol itu ke arahnya. Namun dengan cepat Marcus berdiri di depan Robert dengan sebuah pistol di tangan. Ia juga mengarahkannya pada Henry. Mereka berhadapan. Mata biru Henry menatap tajam pada mata coklat teduh milik Marcus. Entah kenapa ia merasa aneh dengan tatapan Marcus kali ini.
"Tunggu apa lagi! Cepat tembak dia!" pekik Zhou Mi pada Henry.
Marcus menurunkan senjatanya perlahan dan mencampakkan ke sembarang arah. Henry melakukan hal yang sama meski dengan gerak ragu.
"Kau bodyguard terbaik, bukan? Sebenarnya sudah lama aku ingin melakukan ini," ucap Marcus. Kemudian pria itu mulai membuka kancing jas hitamnya satu persatu lalu melepaskannya dan menyisahkan kemeja putih lengan panjang di tubuhnya yang kekar.
"Haruskah kau melakukan itu?" tanya Henry dengan kening berkerut.
"Kau bukan lawan yang bisa diremehkan. Aku harus memastikan tubuhku mudah bergerak saat melawanmu," jelas Marcus sambil memasang kuda-kuda.
"Baiklah, kita mulai saja sekarang," sambar Henry cepat.
Tanpa aba-aba lagi Henry berjalan cepat ke arah Marcus, mendekati pria itu dan melayangkan tinjunya ke rahang Marcus. Dengan gerak cepat Marcus menghindar. Pertarungan sengit itu mulai berlanjut. Beberapa kali Henry melayangkan pukulan dan tendangannya pada Marcus, tapi pria itu terus saja berhasil menghindar tanpa melakukan perlawanan sedikitpun. Henry sempat heran melihat Marcus yang tak balas menyerangnya. Kemudian ia melancarkan tendangannya lagi dan lagi-lagi Marcus hanya menghindar. Membuat Henry mulai terpancing emosi.
"Kau ingin main-main denganku?!" pekik Henry kesal.
Tepat pada saat itu Marcus dengan cepat memutar tubuhnya dan melayangkan tendangan ke wajah Henry. Menimbulkan bunyi yang cukup keras. Tubuh Henry berputar dan jatuh terbanting dengan sangat keras. Ia menopang tubuhnya dengan sebelah tangan. Darah segar mengalir di sela-sela bibir tipisnya. Rahangnya terasa retak. Sulit untuk di gerakan. Pukulan Marcus cukup keras. Serangan mendadak barusan sukses membuatnya tersadar pada kebimbangan otaknya sejak tadi. Henry berusaha untuk berdiri. Kepalanya agak pusing, tapi itu semua bisa ia atasi. Henry berdiri tegap kembali dengan luka lebar di sudut bibirnya.
"Aku tidak bermain-main. Hanya sedang menunggu kesempatan," sahut Marcus sambil mengangkat bahu. Pria itu tersenyum kecil.
Henry meludahkan darah yang merembes dalam mulutnya lalu berkata. "Ayo, kita selesaikan ini secepat mungkin."
Henry mulai melayangkan tinjunya dan kali ini Marcus tak bisa mengelak karena gerakan Henry menjadi semakin cepat dan tak terbaca. Dengan sekali hentakan, tinju Henry berhasil mendarat di rahang Marcus dengan sangat keras lalu tak sampai hitungan detik tinju itu berpindah ke perut Marcus beberapa kali hingga pria itu kesakitan memegangi perutnya. Tidak hanya itu Henry kembali melayangkan tendangannya ke wajah Marcus yang membuat pria itu berputar dan terbanting di atas lantai dengan sangat keras. Marcus sama sekali tak memiliki celah untuk membalas. Gerakan Henry terlalu cepat. Marcus tergeletak tak berdaya, rahangnya terasa hancur dan perutnya seolah di remas-remas. Sakit sekali. Marcus terbatuk dan memuntahkan darah. Robert yang sedari tadi hanya melihat dan bingung harus melakukan apa, kini mulai bersuara.
"Marcus!" teriak Robert. Pria itu hendak berjalan menolongnya namun tanpa diduga ada sepasang pria tegap meraih lengannya dengan kasar. Ia tak diijinkan untuk bergerak. Dua pria itu memakai baju biru dan kaca mata hitam. Yang satu bekepala botak dan satunya berambut panjang diikat ekor kuda. Robert yang seyogyanya tidak begitu pandai berkelahi dan hanya bisa memegang senjata tak bisa melepaskan diri dari dua orang pria aneh itu.
Marcus terduduk dengan susah payah. Baru saja ia akan mencoba untuk berdiri, Henry sudah berada di atasnya dan mencengkram kerah bajunya dengan kasar. Henry menatap tajam mata Marcus.
"Ya! Bunuh saja dia, Henry! Dia juga ikut terlibat dalam kematian orang tuamu!!" teriak Zhou Mi antusias. "Tunggu apa lagi?! Cepat kau bunuh dia!!" lanjutnya.
Henry mulai terhasut. Otaknya kini telah kembali untuk membalas dendam. Mengingat kematian kedua orang tuanya yang meninggal dengan begitu mengenaskan oleh orang yang ada di hadapannya sekarang.
"Tidak! Itu semua omong kosong! Orang tuamu tidak mati di tangan Robert! Kau hanya di manfaatkan olehnya!" sambar Marcus cepat.
Henry mengalihkan pandangannya pada Marcus. Menatap lurus ke mata coklat itu. Ada sesuatu yang janggal pada tatapan Marcus yang memaksanya percaya pada pria itu. Tapi dengan cepat ia mengenyahkan pikiran itu. Ia tidak mau tertipu.
"Apa maksudmu?" tanya Henry dengan tatapan dingin. Kedua tangannya masih mencekram kerah baju Marcus, menariknya mendekat.
"Kau takkan percaya jika aku mengatakannya. Tapi, ini memang benar adanya, kenyataannya kau adalah..."
"Jangan dengarkan kata-katanya! Persetan dengan itu semua!! Bunuh saja dia!!" sela Zhou Mi cepat.
Kali ini Zhou Mi mulai berjalan mendekati Marcus dan Henry. Ia sudah tidak sabar dengan ini semua. Ia ingin segera mengakhiri nyawa Marcus dan Robert di tangannya sendiri sejak ia mendengar berita kematian pamannya -Ziang- dari dua pengawalnya tadi. Ya, Ziang adalah orang yang memerintah Zhou Mi dan Henry untuk menjadi mata-mata rumah Robert selama 3 tahun ini. Dan Henry sama sekali tak tahu kalau Ziang adalah paman dari rekannya selama ini. Rekan yang merencanakan pembalasan dendam itu.  Zhou Mi menodongkan pistolnya pada Marcus.
"Tidak!"
"Jangan!"
Teriak Robert dan Natsumi berbarengan.
"Aku mohon jangan tembak dia!!" lanjut Natsumi yang sedari tadi hanya bisa diam.
Gadis itu terlalu syok saat melihat Marcus dan Henry berkelahi. Bibirnya seolah tak berfungsi. Lidahnya keluh seketika. Sebenarnya sedari tadi ia berusaha untuk berteriak sekuat tenaga. Tapi tak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya. Ia sangat terpukul melihat Henry yang terkena pukulan Marcus tadi, hatinya seolah juga sakit. Tapi perasaan yang sama juga ia rasakan saat Henry melayangkan pukulan pada Marcus. Ia benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri saat ini.
"Kau boleh meminta apapun dariku! Asal jangan tembak dia! Jika kau menginginkan kematianku, bunuh saja aku! Tapi jangan kau sakiti anak-anakku!" sambar Robert.
Natsumi tersentak. Matanya membulat seketika. "Anak-anakku..?" gumam Natsumi pada diri sendiri. Matanya menerawang-rawang. Apa maksudnya itu? Apakah... Oh, Tuhan. Pikiran Natsumi benar-benar kacau sekarang. Ia tidak bisa bergerak dalam posisi terikat dan kaki diperban. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan kini otaknya pun ikut sakit. Serasa ada benda berat yang menimpa kepalanya.
"Begitu ya? Baiklah kalau itu maumu, Tuan Robert." Zhou Mi hendak melayangkan pistolnya ke arah Robert yang tak berdaya dengan dua anak buahnya yang memgangi pria itu, tapi mendadak  Zhou Mi menghentikan gerakannya.
"Tapi…" katanya tiba-tiba. Ia mengarahkan pandangnnya pada Henry. "Akan lebih baik kalau Henry saja yang melakukannya," lanjutnya sambil menyerahkan pistol tersebut pada Henry.
"Tidak! Jangan! Jangan lakukan itu, Henry!" sambar Marcus cepat.
Henry tidak mendengar sahutan Marcus. Ia melepaskan cengkramannya pada Marcus dengan kasar kemudian menerima pistol itu dan mulai berjalan mendekati Robert. Tangannya perlahan mulai terangkat, mengarahkan pistol itu tepat di kepala Robert.
"Hentikan, Henry! Jangan tembak dia!" teriak Marcus lagi. Dengan sisa tenaga yang Marcus punya, ia berhasil berdiri dan menyeret langkahnya mendekati Henry.
"Jangan bunuh dia! Kau tak boleh membunuhnya, Henry!" sergah Marcus setelah berdiri di antara Henry dan Robert. Ia merentangkan tangannya di hadapan Henry.
Henry mendengus dan terkekeh kesal. Ia sudah bosan dengan semua ini, ia ingin segera mengakhirinya sekarang juga sebelum ia berubah pikiran dan melewatkan kesempatan emasnya untuk balas dendam.
"Pria ini, telah membunuh orang tuaku! Kau dengar! Lalu kenapa aku tak boleh membunuhnya, eoh?! Apa karena dia ayahmu?" ucap Henry dengan nada sinis.
Marcus dan Robert membulatkan matanya, begitu juga dengan Natsumi. Entah apa yang akan terjadi pada gadis itu. Tapi bisa dipastikan, gadis itu bisa saja pingsan kalau saja ia tidak diikat dan duduk di kursi.
"Kau sudah tahu?" tanya Robert cepat.
"Cih, tentu saja aku tahu. Sudah 3 tahun aku bekerja pada pembunuh berdarah dingin macam kau, Robert! Bagaimana mungkin aku tidak tahu!"
"Jaga ucapanmu, Henry Lau!!" bentak Marcus tepat di hadapan Henry.
Henry mengerutkan kening. Kemudian ia mebuang ludah lalu menatap tajam ke arah Marcus.
"Jaga ucapanku?" tanyanya mengulang perkataan Marcus. "Kau dengar baik-baik, Marcus. Dia itu, ah tidak. Kalian itu pembunuh! Pembunuh orang tuaku! Kau dengar?! Orang tuaku! Sekarang gunakan otakmu itu untuk berpikir jelas. Pantaskah kau mengatakan padaku untuk menjaga perkataanku di depan dia! Dan apa tadi kau bilang, aku tidak boleh membunuhnya?" tanya Henry dengan nada merendahkan kemudian melanjutkan. "Asal kau tahu saja, Marcus! Impian terbesarku adalah menghabisinya dengan kedua tanganku sendiri!!"
PPLLAAAKKKK
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Henry. Marcus menamparnya. Membuat darah yang sudah hampir mengering di bibirnya merembes lagi.  Henry menggeram dan melayangkan pistol di tangannya tepat di kening pria itu.
"Kau cari mati, eoh?!"
"Ya! lebih baik kau membunuhku daripada membunuh ayahmu sendiri!!!" bentak Marcus sekeras mungkin yang membuat Henry tersentak laget. Masih tidak menyadari sepenuhnya dengan apa yang di dengarnya, Henry menggelengkan kepala beberapa kali.
"Kalau kau tak percaya, kau bisa membuktikannya sendiri," ucap Marcus.
Pria itu tiba-tiba menunduk mengangkat tangannya menggapai kedua matanya, meraba sesuatu dari sana kemudian mengangkat wajah kembali.
Henry terdiam. Ada sesuatu yang meremas lehernya saat melihat mata itu.
Jantungnya mulai berdetak semakin cepat. Seolah ada tendangan keras yang menohok hatinya. Udara serasa menipis di sekitarnya. Lututnya mulai melemas. Tubuhnya gemetar hebat. Ia seolah baru menyadari sakitnya tamparan Marcus barusan. Sepasang mata coklat Marcus kini berubah menjadi biru. Sama seperti miliknya. Sama seperti Robert. Dan sama seperti Natsumi.
Henry tak bisa berkata apa-apa lagi. Lidahnya mendadak kelu. Ia memundurkan tubuhnya beberapa langkah. Dan mematung di tempat dengan tubuh bergetar hebat.
Ternyata Henry adalah anak laki-laki Robert yang di culik waktu itu, saudara kembar Natsumi. Nama aslinya adalah Nakamoto Henry. Pada awalanya karena nama yang mirip dengan anak kandung Robert yang di culik itulah ia di percaya oleh Robert untuk menikah dengan Natsumi tanpa ada sedikitpun rasa curiga pada diri Robert. Kemudian Henry dihasut oleh Ziang dengan cerita bohongnya untuk membunuh Robert -ayah kandungnya sendiri. Ziang juga menunjukkan foto kedua orang tua yang di bunuh itu pada Henry, yang tak lain adalah orang tua Zhou Mi.
Kedua orang tua pengawal itu sebenarnya adalah orang tua Zhou Mi. Zhou Mi sendiri sejak kecil tinggal bersama pamannya. Mereka tidak mengetahui kalau orang tua Zhou Mi bekerja pada Robert rival pamanya –Ziang-. Zhou Mi adalah anak yang dititipkan oleh orang tuanya pada Ziang, karena pada waktu itu orang tuanya tidak memiliki biaya untuk membesarkan Zhou Mi. Jadi sejak kecil ia sudah tinggal bersama Ziang. Zhou Mi sendiri baru mengetahui kematian kedua orang tuanya setelah umurnya 17 tahun dan kembali ke Jepang untuk mencari orang tua kandungnya lalu ia mendapat kabar bahwa orang tuanya telah mati di tangan Robert. Berita tersebut membuat Zhou Mi marah dan memutuskan untuk membalas dendam pada Robert.
Sedangkan Henry sendiri yang sejak kecil memang sudah di culik oleh Ziang, di besarkan di sebuah pulau kecil di Hongkong. Ya, Ziang mengirim Henry ke Hong Kong supaya menghapus kenangan masa kecilnya di Jepang dan menanamkan pemahaman baru pada anak itu bahwa kedua orang tuanya telah di bunuh oleh Robert, seorang gengster terkaya di Jepang. Henry dibesarkan dengan menanamkan ilmu bela diri yang tinggi untuk menjadi bawahan Ziang yang pada akhirnya dapat membunuh ayahnya sendiri-Robert. Ziang sudah merencanakan semua ini jauh-jauh hari. Ziang sudah sejak lama menjadi rival Robert dan merasa iri dengan keberhasilan gangster terkaya se-Jepang itu. Ia benar-benar berniat menghancurkan dan merampas segala sesuatu yang dimiliki Robert. Karena itu Ziang memanfaatkan Zhou Mi dan Henry untuk mewujudkan semua keinginannya.
Henry terdiam. Kini kenyataan terpampang jelas di depan matanya. Marcus adalah kakak tirinya. Mereka bertiga memiliki hubungan darah. Pikirannya kini kacau. Perasaan kuat dan logika kini bercampur dalam benaknya. Membuat otaknya serasa akan meledak. Pantas saja ada sesuatu yang aneh setiap kali ia menatap Marcus dan Robert. Pantas saja ia merasa punya banyak kemiripan dengan Natsumi.
Tapi perasaannya untuk Natsumi yang satu itu, bukanlah perasaan yang timbul dengan sendirinya. Perasaan ketika gadis itu bersedih maka ia juga akan bersedih. Perasaan bahwa kebahagiaan gadis itu adalah kebahagiaannya juga. Ia memang menyukai gadis itu, tapi bukan suka pada sesama saudara. Rasa sukanya lebih dari itu. Rasa suka antara seorang pria dengan wanita. Ia mencintai gadis itu. Ia mencintai saudara kembarnya sendiri! Dan sekarang, apa lagi yang harus ia lakukan saat kebenaran seluruhnya terungkap. Bahwa selama ini, ia berusaha untuk membunuh ayah kandungnya sendiri?!
JJDDUUAAARRDDD!!!
Tiba-tiba terdengar suara tembakan yang memekakan. Membuyarkan lamunannya. Ia mengangkat wajah, dan matanya membulat seketika saat di dapati Robert tergeletak dengan bersimbah darah dan kemudian semuanya seolah terjadi begitu cepat. Sebuah suara tembakan terdengar lagi setelah ia merasakan Marcus meraih pistol di tangannya dan mengarahkannya pada Zhou Mi tepat di dada pria itu. Dan kedua pengawal ber jas biru itu. Ketiganya tergeletak kaku. Sesaat kemudian Zhou Mi menggeletar dan tak bergerak lagi, begitu juga dengan kedua pria ber jass biru itu dan juga....Robert-Ayahnya- juga menghembuskan napas terakhirnya.
Henry terjatuh berlutut, tubuhnya terasa sangat tak bertenaga. Pikiranya kacau. Benar-benar kacau, sampai ia mendengar teriakan Marcus memanggil nama Natsumi dengan keras. Gadis itu pingsan di pelukan Marcus. Bersamaan dengan tangisannya yang pecah. Rasa sedih mendalam, kekecewaan, sakit, frustasi semua perasaan itu campur aduk luar biasa bersarang di otaknya. Rasanya ia ingin mati saat itu juga. Dadanya terasa begitu sesak. Sangat sesak. Henry menjerit sekeras-kerasnya, mengeluarkan semua kekesalan dan perasaan yang bercampur aduk dari dalam hatinya yang hampir pecah.
"Aaaaaaaaaaarrrrggggggghhhhttttttt!!!!!"
Salju perlahan mulai turun, menutupi berkas-berkas merah darah itu, merubahnya menjadi putih, bersih, tanpa noda.

*****

Posting Komentar Blogger Disqus

 
Top