Chapter 8
"Lepaskan
aku! Kenapa kalian melakukan ini padaku!" teriak gadis itu sekuat tenaga.
Natsumi
terus saja meronta-ronta sejak mereka sampai di bangunan itu 15 menit yang
lalu. Tangan dan
kakinya diikatkan ke sebuah kursi kayu. Ia berada dekat dengan bibir lantai 60 gedung
itu. Sebuah ruangan terbuka di lantai paling atas bangunan tua.
"Percuma
saja kau menjerit. Tak ada seorang pun yang bisa mendengarmu dari sini," ucap Zhou Mi yang
mulai berjalan mendekati Natsumi setelah sebelumnya berbicara dengan Henry.
Natsumi
menyipitkan matanya. "Lepaskan aku, Zhou Mi! Daddy pasti akan membunuhmu jika dia tahu!" pekik Natsumi
dengan sorot mata tajam.
Zhou
Mi terkekeh. Ia mengangkat dagu dan melayangkan tangannya menyentuh pipi
Natsumi. Kemudian ia meludah lalu berkata. "Cih, justru itulah yang
kuharapkan. Sebentar lagi ayah kesayanganmu itu akan datang ke sini dan
menyelamatkanmu," Zhou Mi menundukkan kepalanya. "Tapi sayangnya
ayahmulah yang akan kubunuh," lanjutnya dengan nada sinis lalu pria itu
tertawa lebar. Terlalu lebar. Ia menghempaskan wajah Natsumi begitu saja hingga
kepala gadis itu tersentak kuat ke belakang.
Natsumi
mengatur napasnya yang terasa semakin berat. Jantungnya tiba-tiba berdetak luar
biasa cepat hingga ia bisa mendengar sendiri detak jantungnya yang tak beraturan.
Pengkhianat. Zhou Mi ternyata adalah seorang pengkhianat. Bawahan ayahnya yang
sudah bekerja selama 3 tahun. Pandangan gadis itu kemudian melayang pada Henry yang
sejak tadi hanya diam di salah satu sudut ruang terbuka itu dan bersandar pada sebuah tiang di sana.
Ia
hanya diam. Tidak mengatakan kalimat sepatah katapun. Ia hanya berdiri sambil
bersandar di sana dengan kedua tangan di lipat di depan dada. Ia melihat ujung
sepatunya, namun pandangannya kosong.
Natsumi
sangat kecewa. Ada sebuah luka menganga lebar dalam dadanya saat melihat wajah
itu. Sebuah perasaan yang menyesakkan. Natsumi tak mengerti kenapa tiba-tiba matanya menghangat. Ia merasa di
bodohi selama 3 tahun ini. Benar-benar di bodohi.
Henry
mengangkat wajahnya dan pandangan mereka bertemu. Tatapan Henry terlihat nanar.
Ada seberkas kesedihan dalam tatapannya. Ada sebuah kebingungan yang menyarang
di otaknya. Ada sekelebat rasa sakit yang luar biasa dalam saat melihat wajah
gadis itu. Ia bimbang. Henry mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berharap
bisa mehalau kekacauan dalam otaknya.
"Kenapa
kau melakukan ini?" tanya Natsumi. Matanya sudah memerah.
Henry
diam. Ia tahu gadis itu sedang bicara padanya, tapi ia tak sanggup bahkan hanya
untuk melihat wajah gadis itu. Sayatan pedih di hatinya mulai terasa semakin
dalam. Ia tak ingin merampas kebahagiaan gadis itu. Sungguh, ia benar-benar tak
menginginkan ini semua terjadi. Otaknya kacau. Sangat kacau, hanya karena gadis
itu. Tapi ia tak bisa mundur lagi sekarang. Hal yang sudah ia nantikan selama 3
tahun harus ia laksanakan hari ini juga. Ya, apapun resikonya. Sekalipun gadis
itu akan membencinya seumur hidup.
"Katakan
padaku kenapa kau melakukan ini, Henry Lau?!!" tanyanya lagi dengan suara
tinggi.
Henry
hanya bisa menunduk. Sekalipun namanya disebut dan gadis itu marah padanya, ia
berharap ia mati saat itu juga. Ia tak berani mengangkat wajahnya. Menatap
wajah sedih gadis itu sama saja dengan membunuhnya.
"Apa
yang telah ayahku lakukan padamu sampai kau tega membohongiku seperti
ini?" Suara gadis itu semakin nanar. "Sebesar apa kesalahan yang dia
lakukan padamu, Henry Lau? Jawab aku!! Apa kau juga menaruh dendam padanya? Pada
Ayahku?" gadis itu mulai terisak dan itu semakin membuat Henry merasakan
nyeri yang luar biasa dalam dadanya.
Henry
mengangkat wajahnya dan ia melihat gadis itu telah menangis. "Bagaimana
bisa kau membodohiku seperti ini selama tiga tahun! Aku seperti seorang gadis
bodoh yang begitu mudahnya di tipu! Aku benar-benar bodoh!!" lanjutnya sambil
terisak hebat.
Henry
menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Ia mengepalkan tangannya keras-keras.
Ia harus berusaha sekuat tenaga menahan dirinya untuk tidak berlari memeluk
gadis itu. Hatinya
benar-benar hancur sekarang.
"Sudah
selesai berhisteris rianya?" sela Zhou Mi yang membuat Natsumi dan Henry
menoleh cepat. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Ia memiringkan kepala, menatap wajah gadis itu lekat-lekat.
"Biar
aku saja yang menjawab pertanyaanmu barusan." lanjut Zhou Mi. Ia berjalan
mengitari Natsumi yang terikat. "Kau tahu kalau ayahmu itu pembunuh
berdarah dingin, bukan? Kau juga tahu, banyak anak buahnya sendiri yang
berakhir sia-sia di tangannya. Ia membunuh bawahannya sendiri yang ia sebut
dengan pengkhianat itu dengan tangan dingin. Dan, kau tahu. Orang tua Henry
adalah salah satu dari mereka!" ucapnya tepat di hadapan Natsumi.
Baru
saja Natsumi akan membuka mulutnya, Zhou Mi melanjutkan.
"Kau pasti berpikir kalau orang tuanya itu pengkhianat?" Natsumi mengerutkan keningnya dalam. Zhou Mi tersenyum samar sambil mendengus. "Bukan. Orang tuanya bukan seorang pengkhianat. Orang tuanya hanya berusaha untuk melindungimu dan ibumu. Tapi hanya karena kecelakaan kecil Robert langsung membunuh mereka berdua. Mengenaskan, bukan?"
"Kau pasti berpikir kalau orang tuanya itu pengkhianat?" Natsumi mengerutkan keningnya dalam. Zhou Mi tersenyum samar sambil mendengus. "Bukan. Orang tuanya bukan seorang pengkhianat. Orang tuanya hanya berusaha untuk melindungimu dan ibumu. Tapi hanya karena kecelakaan kecil Robert langsung membunuh mereka berdua. Mengenaskan, bukan?"
"Omong
kosong!" sebuah suara menghentakkan mereka bertiga dan menoleh serentak ke
asal suara.
"Daddy! Marcus!" teriak Natsumi
antusias di sela tangisnya.
"Angel,
putriku," sahut Robert.
“Natsumi,”
tambah Marcus.
Robert
hendak berjalan mendekat namun segera di cegah oleh Marcus, melihat Zhou Mi
telah menodongkan pistolnya ke kepala gadis itu. Membuat Robert dan Marcus
terkesiap, begitu juga dengan Henry.
"Henry
Lau, tunggu apa lagi? Kau bisa
menghabisinya sekarang." seru Zhou Mi sambil mengayunkan dagunya pada
Robert.
Henry
mulai berjalan ragu setelah sebelumnya melirik ke arah Natsumi. Posisi gadis
itu sedang dalam bahaya, aku tidak bisa bertindak sembarangan, pikirnya. Entah
kenapa tiba-tiba tujuannya sekarang sudah berbeda. Bukan balas dendam lagi yang
ada di benaknya. Melainkan keselamatan gadis itu. Jika ia tidak menuruti
perintah Zhou Mi, Natsumi bisa celaka.
Henry
mengambil pistol dari balik punggungnya dan berjalan mendekati Robert sambil
menodongkan pistol itu ke arahnya. Namun dengan cepat Marcus berdiri di depan
Robert dengan sebuah pistol di tangan. Ia juga mengarahkannya pada Henry.
Mereka berhadapan. Mata biru Henry menatap tajam pada mata coklat teduh milik
Marcus. Entah kenapa ia merasa aneh dengan tatapan Marcus kali ini.
"Tunggu
apa lagi! Cepat tembak dia!" pekik Zhou Mi pada Henry.
Marcus
menurunkan senjatanya perlahan dan mencampakkan ke sembarang arah. Henry
melakukan hal yang sama meski dengan gerak ragu.
"Kau
bodyguard terbaik, bukan? Sebenarnya
sudah lama aku ingin melakukan ini,"
ucap Marcus. Kemudian pria itu mulai membuka kancing jas hitamnya satu persatu
lalu melepaskannya dan menyisahkan kemeja putih lengan panjang di tubuhnya yang
kekar.
"Haruskah
kau melakukan itu?" tanya Henry dengan kening berkerut.
"Kau
bukan lawan yang bisa diremehkan. Aku harus memastikan tubuhku mudah bergerak
saat melawanmu," jelas Marcus sambil memasang kuda-kuda.
"Baiklah,
kita mulai saja sekarang,"
sambar Henry cepat.
Tanpa
aba-aba lagi Henry berjalan cepat ke arah Marcus, mendekati pria itu dan melayangkan
tinjunya ke rahang Marcus. Dengan gerak cepat Marcus menghindar. Pertarungan
sengit itu mulai berlanjut. Beberapa kali Henry melayangkan pukulan dan
tendangannya pada Marcus, tapi pria itu terus saja berhasil menghindar tanpa
melakukan perlawanan sedikitpun. Henry sempat heran melihat Marcus yang tak
balas menyerangnya. Kemudian ia melancarkan tendangannya lagi dan lagi-lagi
Marcus hanya menghindar. Membuat Henry mulai terpancing emosi.
"Kau
ingin main-main denganku?!" pekik Henry kesal.
Tepat
pada saat itu Marcus dengan cepat memutar tubuhnya dan melayangkan tendangan ke
wajah Henry. Menimbulkan bunyi yang cukup keras. Tubuh Henry berputar dan jatuh
terbanting dengan sangat keras. Ia menopang tubuhnya dengan sebelah tangan.
Darah segar mengalir di sela-sela bibir tipisnya. Rahangnya terasa retak. Sulit
untuk di gerakan. Pukulan Marcus cukup keras. Serangan mendadak barusan sukses
membuatnya tersadar pada kebimbangan otaknya sejak tadi. Henry berusaha untuk
berdiri. Kepalanya
agak pusing, tapi itu semua bisa ia atasi. Henry berdiri tegap kembali dengan
luka lebar di sudut bibirnya.
"Aku
tidak bermain-main. Hanya sedang menunggu kesempatan," sahut Marcus sambil
mengangkat bahu. Pria itu tersenyum kecil.
Henry
meludahkan darah yang merembes dalam mulutnya lalu berkata. "Ayo, kita
selesaikan ini secepat mungkin."
Henry
mulai melayangkan tinjunya dan kali ini Marcus tak bisa mengelak karena
gerakan Henry menjadi semakin cepat dan tak terbaca. Dengan sekali hentakan,
tinju Henry berhasil mendarat di rahang Marcus dengan sangat keras lalu tak
sampai hitungan detik tinju itu berpindah ke perut Marcus beberapa kali hingga
pria itu kesakitan memegangi perutnya. Tidak hanya itu Henry kembali
melayangkan tendangannya ke wajah Marcus yang membuat pria itu berputar dan
terbanting di atas lantai dengan sangat keras. Marcus sama sekali tak memiliki
celah untuk membalas. Gerakan Henry terlalu cepat. Marcus tergeletak tak
berdaya, rahangnya terasa hancur dan perutnya seolah di remas-remas. Sakit
sekali. Marcus terbatuk dan memuntahkan darah.
Robert yang sedari tadi hanya melihat dan bingung
harus melakukan apa, kini mulai bersuara.
"Marcus!"
teriak Robert. Pria itu hendak berjalan menolongnya namun tanpa diduga ada
sepasang pria tegap meraih lengannya dengan kasar. Ia tak diijinkan untuk
bergerak. Dua pria itu memakai baju biru dan kaca mata hitam. Yang satu
bekepala botak dan satunya berambut panjang diikat ekor kuda. Robert yang
seyogyanya tidak begitu pandai berkelahi dan hanya bisa memegang senjata tak
bisa melepaskan diri
dari dua orang pria aneh itu.
Marcus
terduduk dengan susah payah. Baru saja ia akan mencoba untuk berdiri, Henry
sudah berada di atasnya dan mencengkram kerah bajunya dengan kasar. Henry
menatap tajam mata Marcus.
"Ya!
Bunuh saja dia, Henry! Dia juga ikut terlibat dalam kematian orang
tuamu!!" teriak Zhou Mi antusias. "Tunggu apa lagi?! Cepat kau bunuh
dia!!" lanjutnya.
Henry
mulai
terhasut. Otaknya kini telah kembali untuk membalas dendam. Mengingat kematian
kedua orang tuanya yang meninggal dengan begitu mengenaskan oleh orang yang ada
di hadapannya sekarang.
"Tidak!
Itu semua omong kosong! Orang tuamu tidak mati di tangan Robert! Kau hanya di
manfaatkan olehnya!" sambar Marcus cepat.
Henry
mengalihkan pandangannya pada Marcus. Menatap lurus ke mata coklat itu. Ada
sesuatu yang janggal pada tatapan Marcus yang memaksanya percaya pada pria itu.
Tapi dengan cepat ia mengenyahkan pikiran itu. Ia tidak mau tertipu.
"Apa
maksudmu?" tanya Henry dengan tatapan dingin. Kedua tangannya masih
mencekram kerah baju Marcus, menariknya mendekat.
"Kau
takkan percaya jika aku mengatakannya. Tapi, ini memang benar adanya,
kenyataannya kau adalah..."
"Jangan
dengarkan kata-katanya! Persetan dengan itu semua!! Bunuh saja dia!!" sela
Zhou Mi cepat.
Kali
ini Zhou Mi mulai berjalan mendekati Marcus dan Henry. Ia sudah tidak sabar
dengan ini semua. Ia ingin segera mengakhiri nyawa Marcus dan Robert di tangannya
sendiri sejak ia mendengar berita kematian pamannya -Ziang- dari dua
pengawalnya
tadi. Ya, Ziang adalah orang yang memerintah Zhou Mi dan Henry untuk menjadi
mata-mata rumah Robert selama 3 tahun ini. Dan Henry sama sekali tak tahu kalau
Ziang adalah paman dari rekannya selama ini. Rekan yang merencanakan pembalasan
dendam itu.
Zhou Mi menodongkan pistolnya pada Marcus.
"Tidak!"
"Jangan!"
Teriak
Robert dan Natsumi berbarengan.
"Aku
mohon jangan tembak dia!!" lanjut Natsumi yang sedari tadi hanya bisa
diam.
Gadis
itu terlalu syok saat melihat Marcus dan Henry berkelahi. Bibirnya seolah tak
berfungsi. Lidahnya keluh seketika. Sebenarnya sedari tadi ia berusaha untuk
berteriak sekuat tenaga. Tapi tak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya.
Ia sangat terpukul melihat Henry yang terkena pukulan Marcus tadi, hatinya
seolah juga sakit. Tapi perasaan yang sama juga ia rasakan saat Henry
melayangkan pukulan pada Marcus. Ia benar-benar tidak mengerti dengan dirinya
sendiri saat ini.
"Kau
boleh meminta apapun dariku! Asal jangan tembak dia! Jika kau menginginkan
kematianku, bunuh saja aku! Tapi jangan kau sakiti anak-anakku!" sambar
Robert.
Natsumi
tersentak. Matanya membulat seketika. "Anak-anakku..?" gumam Natsumi
pada diri sendiri. Matanya menerawang-rawang. Apa maksudnya itu? Apakah... Oh,
Tuhan. Pikiran Natsumi benar-benar kacau sekarang. Ia tidak bisa bergerak dalam
posisi terikat dan kaki diperban. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan kini
otaknya pun ikut sakit. Serasa ada benda berat yang menimpa kepalanya.
"Begitu
ya? Baiklah kalau itu maumu, Tuan Robert." Zhou Mi hendak melayangkan pistolnya ke
arah Robert yang tak berdaya dengan dua anak buahnya yang memgangi pria itu,
tapi mendadak Zhou Mi menghentikan
gerakannya.
"Tapi…"
katanya tiba-tiba. Ia mengarahkan pandangnnya pada Henry. "Akan lebih baik
kalau Henry saja yang melakukannya," lanjutnya sambil menyerahkan pistol
tersebut pada Henry.
"Tidak!
Jangan! Jangan lakukan itu, Henry!" sambar Marcus cepat.
Henry tidak mendengar sahutan Marcus. Ia
melepaskan cengkramannya pada Marcus dengan kasar kemudian menerima pistol itu
dan mulai berjalan mendekati Robert. Tangannya perlahan mulai terangkat,
mengarahkan pistol itu tepat di kepala Robert.
"Hentikan,
Henry! Jangan tembak dia!" teriak Marcus lagi. Dengan sisa tenaga yang
Marcus punya, ia berhasil berdiri dan menyeret langkahnya mendekati Henry.
"Jangan
bunuh dia! Kau tak boleh membunuhnya, Henry!" sergah Marcus setelah
berdiri di antara Henry dan Robert. Ia merentangkan tangannya di hadapan Henry.
Henry
mendengus dan terkekeh kesal. Ia sudah bosan dengan semua ini, ia ingin segera
mengakhirinya sekarang juga sebelum ia berubah pikiran dan melewatkan
kesempatan emasnya untuk balas dendam.
"Pria
ini, telah membunuh orang tuaku! Kau dengar! Lalu kenapa aku tak boleh
membunuhnya, eoh?! Apa karena dia ayahmu?" ucap Henry dengan nada sinis.
Marcus
dan Robert membulatkan matanya, begitu juga dengan Natsumi. Entah apa yang akan
terjadi pada gadis itu. Tapi bisa dipastikan, gadis itu bisa saja pingsan kalau
saja ia tidak diikat dan duduk di kursi.
"Kau
sudah tahu?" tanya Robert cepat.
"Cih,
tentu saja aku tahu.
Sudah 3 tahun aku bekerja pada pembunuh berdarah dingin macam kau, Robert!
Bagaimana mungkin aku tidak tahu!"
"Jaga
ucapanmu, Henry Lau!!" bentak Marcus tepat di hadapan Henry.
Henry
mengerutkan kening. Kemudian ia mebuang ludah lalu menatap tajam ke arah
Marcus.
"Jaga
ucapanku?" tanyanya mengulang perkataan Marcus. "Kau dengar
baik-baik, Marcus. Dia itu, ah tidak. Kalian itu pembunuh! Pembunuh orang tuaku! Kau
dengar?! Orang tuaku! Sekarang gunakan otakmu itu untuk berpikir jelas.
Pantaskah kau mengatakan padaku untuk menjaga perkataanku di depan dia! Dan apa
tadi kau bilang, aku tidak boleh membunuhnya?" tanya Henry dengan nada
merendahkan kemudian melanjutkan. "Asal kau tahu saja, Marcus! Impian
terbesarku adalah menghabisinya dengan kedua tanganku sendiri!!"
PPLLAAAKKKK
Sebuah
tamparan keras mendarat di pipi Henry. Marcus menamparnya. Membuat darah yang
sudah hampir mengering di bibirnya merembes lagi. Henry menggeram dan melayangkan pistol di
tangannya tepat di kening pria itu.
"Kau
cari mati, eoh?!"
"Ya!
lebih baik kau membunuhku daripada membunuh ayahmu sendiri!!!" bentak
Marcus sekeras mungkin yang membuat Henry tersentak laget. Masih tidak
menyadari sepenuhnya dengan apa yang di dengarnya, Henry menggelengkan kepala
beberapa kali.
"Kalau
kau tak percaya, kau bisa membuktikannya sendiri," ucap Marcus.
Pria
itu tiba-tiba menunduk mengangkat tangannya menggapai kedua matanya, meraba
sesuatu dari sana kemudian mengangkat wajah kembali.
Henry
terdiam. Ada sesuatu yang meremas lehernya saat melihat mata itu.
Jantungnya mulai
berdetak semakin cepat. Seolah ada tendangan keras yang menohok hatinya. Udara
serasa menipis di sekitarnya. Lututnya mulai melemas. Tubuhnya gemetar hebat.
Ia seolah baru menyadari sakitnya tamparan Marcus barusan. Sepasang mata coklat
Marcus kini berubah menjadi biru. Sama seperti miliknya. Sama seperti Robert.
Dan sama seperti Natsumi.
Henry tak bisa berkata
apa-apa lagi. Lidahnya mendadak kelu. Ia memundurkan tubuhnya beberapa langkah.
Dan mematung di tempat dengan tubuh bergetar hebat.
Ternyata
Henry adalah anak laki-laki Robert yang di culik waktu itu, saudara kembar
Natsumi.
Nama aslinya adalah Nakamoto Henry. Pada awalanya karena nama yang mirip dengan
anak kandung Robert yang di culik itulah ia di percaya oleh Robert untuk
menikah dengan Natsumi tanpa ada sedikitpun rasa curiga pada diri Robert.
Kemudian Henry dihasut oleh Ziang dengan cerita bohongnya untuk membunuh Robert
-ayah kandungnya sendiri. Ziang juga menunjukkan foto kedua orang tua yang di
bunuh itu pada Henry, yang tak lain adalah orang tua Zhou Mi.
Kedua
orang tua pengawal itu sebenarnya adalah orang tua Zhou Mi. Zhou Mi sendiri
sejak kecil tinggal bersama pamannya. Mereka tidak mengetahui kalau orang tua Zhou
Mi bekerja pada Robert rival pamanya –Ziang-. Zhou Mi adalah anak yang
dititipkan oleh orang tuanya pada Ziang, karena pada waktu itu orang tuanya
tidak memiliki biaya untuk membesarkan Zhou Mi. Jadi sejak kecil ia sudah
tinggal bersama Ziang. Zhou Mi sendiri baru mengetahui kematian kedua orang
tuanya setelah umurnya 17 tahun dan kembali ke Jepang untuk mencari orang tua
kandungnya lalu ia mendapat kabar bahwa orang tuanya telah mati di tangan
Robert. Berita tersebut membuat Zhou Mi marah dan memutuskan untuk membalas
dendam pada Robert.
Sedangkan
Henry sendiri yang sejak kecil memang sudah di culik oleh Ziang, di besarkan di
sebuah pulau kecil di Hongkong. Ya, Ziang mengirim Henry ke Hong Kong supaya
menghapus kenangan masa kecilnya di Jepang dan menanamkan pemahaman baru pada
anak itu bahwa kedua orang tuanya telah di bunuh oleh Robert, seorang gengster
terkaya di Jepang. Henry dibesarkan dengan menanamkan ilmu bela diri yang
tinggi untuk menjadi bawahan Ziang yang pada akhirnya dapat membunuh ayahnya
sendiri-Robert. Ziang sudah merencanakan semua ini jauh-jauh hari. Ziang sudah
sejak lama menjadi rival Robert dan merasa iri dengan keberhasilan gangster
terkaya se-Jepang itu. Ia benar-benar berniat menghancurkan dan merampas segala
sesuatu yang dimiliki Robert. Karena itu Ziang memanfaatkan Zhou Mi dan Henry
untuk mewujudkan semua keinginannya.
Henry
terdiam. Kini kenyataan terpampang jelas di depan matanya. Marcus adalah kakak
tirinya. Mereka bertiga memiliki hubungan darah. Pikirannya kini kacau. Perasaan
kuat dan logika kini bercampur dalam benaknya. Membuat otaknya serasa akan
meledak. Pantas saja ada sesuatu yang aneh setiap kali ia menatap Marcus dan
Robert. Pantas saja ia merasa punya banyak kemiripan dengan Natsumi.
Tapi
perasaannya untuk Natsumi yang satu itu, bukanlah perasaan yang timbul dengan
sendirinya. Perasaan ketika gadis itu bersedih maka ia juga akan bersedih.
Perasaan bahwa kebahagiaan gadis itu adalah kebahagiaannya juga. Ia memang
menyukai gadis itu, tapi bukan suka pada sesama saudara. Rasa sukanya lebih
dari itu. Rasa suka antara seorang pria dengan wanita. Ia mencintai gadis itu.
Ia mencintai saudara kembarnya sendiri! Dan sekarang, apa lagi yang harus ia
lakukan saat kebenaran seluruhnya terungkap. Bahwa selama ini, ia berusaha
untuk membunuh ayah kandungnya sendiri?!
JJDDUUAAARRDDD!!!
Tiba-tiba
terdengar suara tembakan yang memekakan. Membuyarkan lamunannya.
Ia mengangkat wajah, dan matanya membulat seketika
saat di dapati Robert tergeletak dengan bersimbah darah dan kemudian semuanya seolah terjadi begitu cepat. Sebuah suara tembakan
terdengar lagi setelah ia merasakan Marcus meraih pistol di tangannya dan
mengarahkannya pada Zhou Mi tepat di dada pria itu. Dan kedua pengawal ber jas
biru itu. Ketiganya tergeletak kaku. Sesaat kemudian Zhou Mi menggeletar dan
tak bergerak lagi, begitu juga dengan kedua pria ber jass biru itu dan
juga....Robert-Ayahnya- juga menghembuskan napas terakhirnya.
Henry
terjatuh
berlutut, tubuhnya terasa sangat tak bertenaga. Pikiranya kacau. Benar-benar
kacau, sampai ia mendengar teriakan Marcus memanggil nama Natsumi dengan keras.
Gadis itu pingsan di pelukan Marcus. Bersamaan dengan tangisannya yang pecah. Rasa
sedih mendalam, kekecewaan, sakit, frustasi semua perasaan itu campur aduk luar
biasa bersarang di otaknya. Rasanya ia ingin mati saat itu juga. Dadanya terasa
begitu sesak. Sangat sesak. Henry menjerit sekeras-kerasnya, mengeluarkan semua
kekesalan dan perasaan yang bercampur aduk dari dalam hatinya yang hampir
pecah.
"Aaaaaaaaaaarrrrggggggghhhhttttttt!!!!!"
Salju
perlahan mulai turun, menutupi berkas-berkas merah darah itu, merubahnya
menjadi putih, bersih, tanpa noda.
*****
Posting Komentar Blogger Facebook Disqus