Epilog
“Jadi katakan padaku ke
mana saja kau selama 3 tahun ini?”
“Haruskah kujawab?”
“Tentu saja! Apa kau
tahu waktu itu aku seperti orang gila menyusulmu ke New York, dan ternyata kau
tidak ada di sana.”
“Aku ada di sana.”
“Apa?”
“Bandara Internasional John F. Kennedy.
Saat kau sampai di New York, aku ada di sana.”
“Kau ada di sana?”
“Mhm.. Marcus
meneleponku dan memberitahu kau akan datang pagi itu dengan penerbangan malam. Dan
aku segera datang ke bandara. Aku melihatmu turun dari pesawat dengan
tergesah-gesah. Kau tahu, wajahmu benar-benar terlihat aneh.”
“Lalu kenapa kau diam
saja?”
“Awalnya aku ingin
menemuimu. Tapi waktu itu aku sadar aku tak boleh melakukannya.”
“Kenapa tidak?”
“Karena jika aku
menemuimu hari itu, aku tak tahu apa yang akan aku lakukan padamu setelahnya.”
“Kau tak harus
melakukan apa pun. Kau hanya perlu muncul di hadapanku. Dengan begitu,
setidaknya aku tahu kau baik-baik saja.”
“Apa kau benar-benar
tertarik padaku?”
“Apa?”
“Aku tahu, aku ini
memang tampan. Sudah kukatakan padamu, tak ada yang bisa menolak pesona seorang
Henry Lau. Kau pasti sangat mencintaiku, bukan?”
“Siapa bilang? Aku sama
sekali tidak mencintaimu. Kau dengar!”
“Benarkah? Lalu kenapa
kemarin kau menerima lamaranku?”
“Baiklah, Henry Lau.
Kalau begitu kita batalkan saja pernikahan kita. Sepertinya aku memang tidak
sanggup hidup bersama pria menyebalkan sepertimu.”
Natsumi lantas berdiri
dari tempat duduknya, membanting album gaun pengantin dengan sangat keras ke
atas meja, lalu berjalan dengan langkah lebar menuju pintu keluar butik itu.
Tapi dengan sigap Henry berhasil mengejarnya dan menahan pergelangan tangannya.
“Dengar, aku tak peduli
sekalipun kau pergi, kau tak ada di sisiku, ataupun kau mengkhianatiku, karena
yang kutahu aku hanya mencintaimu titik. Dan maaf saja, kali ini aku tak akan
melepaskanmu.”
Dengan sekali hentakan
Henry berhasil menarik Natsumi ke dalam dekapannya. Memeluknya erat.
“Selama kau ada dalam
jangkauanku, aku akan baik-baik saja, Natsumi,” bisik Henry tepat di telinga
Natsumi.
Kedua sudut bibir
Natsumi terangkat ke atas, mengukir sebuah senyuman yang teramat manis di sana.
Kini, ia bahagia. Sangat bahagia. Ternyata takdir sedang berpihak padanya. Ia
telah memiliki dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya -Marcus dan Henry. Dua
orang yang sangat menyayanginya dan mencintainya serta memperjuangkan
kebahagiaannya. Kalau ia bisa memiliki keduanya dalam hidup, untuk apa memilih?
Walaupun kedua orang tuanya sudah tidak ada, setidaknya, ia masih bisa bahagia.
****
~The End~
Posting Komentar Blogger Facebook Disqus