Chapter 6
"Kenapa wajahmu cemberut?" ucap Henry memecah keheningan. Ia menoleh ke arah Natsumi yang hanya memasang tampang cemberut sepanjang jalan.
Mereka –Natsumi, Henry dan Zhou Mi- saat ini sedang dalam perjalanan pulang dari Bandara Haneda, satu dari dua bandar udara untuk Tokyo Raya, Jepang. Bandara ini terletak di ĹŚta, Tokyo, 14 km sebelah selatan Stasiun Tokyo. Haneda menangani hampir semua penerbangan ke dan dari Tokyo. Setelah mengantar Robert dan Marcus berangkat ke Thailand dengan penerbangan pagi ini. Marcus dan Robert harus pergi untuk menyelesaikan segala macam kekacauan yang mungkin terjadi akibat pencurian pulau milik Robert yang tepatnya terletak di kawasan segitiga emas Asia Tenggara. Ia membawa serta puluhan anak buahnya dan senjata api untuk menghabisi para pengkhianat yang tidak tahu terima kasih itu.
Natsumi sepanjang jalan hanya bisa mendengus kesal. Bagaimana tidak, dengan membiarkan Marcus dan ayahnya pergi meninggalkan dirinya dengan Henry itu sama artinya dengan mengurungnya dalam penjara neraka. Ia akan sangat tersiksa dan hari-harinya pasti akan lebih memuakkan dengan adanya pria menyebalkan di sampingnya terus menerus tanpa adanya Marcus.
Walaupun Henry adalah pengawal pribadi Natsumi, tapi ia tetap lebih percaya dan dekat dengan Marcus. Ia akan merasa lebih nyaman dengan pria itu ketimbang dengan Henry. Ia tak pernah mau menceritakan semua permasalahannya pada Henry. Boro-boro cerita, hanya berbicara sedikit saja dengan pria itu ia sudah langsung kena semburan kata-kata tak mengenakkan dari pria itu. Bagaimana jadinya kalau seandainya ia curhat atau pun bercerita tentang hal lain. Ia tak bisa membayangkannya dan takkan pernah mau. Karena dimata Natsumi, Henry hanyalah seorang pengawal priadi yang meyebalkan dan sangat tidak sopan.
Sebenarnya ia tidak begitu membenci pria ini. Tapi mungkin karena sifatnya yang keras kepala dan sifat Henry yang juga keras kepala, membuat dua insan itu selalu saja beradu pendapat. Sudah cukup selama tiga tahun ini ia harus diikuti terus menerus oleh pria ini. Tidak perlu harus di tambah dengan hidup dengannya sepanjang sisa umurnya dengan pria yang selalu merecoki hidupnya itu. Oh, itu akan menjadi siksaan terkejam dalam hidup. Natsumi tidak bisa membayangkan bagaimana kelanjutan hidupnya kelak setelah menikah dengan pria menyebalkan itu. Yang benar saja? Apa Daddy tidak bisa melihat kalau aku sangat membencinya? Apa yang harus aku lakukan jika aku sudah menjadi istrinya nanti? pikir Natsumi. Mendadak timbul hasrat dalam benaknya untuk lari dari penderitaan tiada akhir ini.
"Baguslah Zhou Mi tidak ikut bersama Daddy, setidaknya aku bisa sedikit lega dengan adanya orang lain yang bisa diandalkan untuk menjagaku," ucap Natsumi dengan suara agak keras. Lebih menyindir kepada pria yang sedari tadi duduk di sampingnya.
"Aku tahu. Aku juga tidak mau jika harus di tinggal berdua saja dengan gadis bodoh sepertimu," sahut Henry datar. Ia tidak mempedulikan lirikan mata Natsumi yang semakin tajam memandangnya. Ia sudah terbiasa dengan sikap keras dan sindiran gadis itu.
Zhou Mi tidak ikut pergi bersama Robert dan Marcus karena permintaan Henry. Supaya pria itu bisa lebih fokus menyiapkan rencana dan pernikahan mereka sementara Zhou Mi bisa membantunya menjaga Natsumi supaya tidak berbuat yang macam-macam.
"Berhenti memanggilku 'gadis bodoh', pria menyebalkan!" seru Natsumi ketus. Ia melayangkan tangannya ke kepala Henry. Memukulnya cukup keras hingga membuat pria itu meringis.
"Hei! Berhenti melakukan itu. Kenapa kau suka sekali memukul bagian kepalaku? Sudah kukatakan aku bisa kena amnesia karena ulahmu. Kalau sampai terjadi sesuatu dengan otakku, siapa yang akan menjagamu nantinya, huh?" ringisnya sembari mengelus kepalanya. Bagaimana tidak sakit. Gadis itu memukulnya dengan hak sepatu yang ia lepaskan dan layangkan begitu saja ke kepala pria itu. Tentu saja Natsumi tahu kalau Henry tidak akan merasakan apa-apa jika ia memukulnya denga tangan kosong, karena itu ia melepaskan sepatunya dan melayangkannya ke kepala Henry.
Natsumi tersenyum lebar. "Supaya kau sadar kalau aku ini tidak bodoh. Aku mendapatkan niai terbaik pada kelulusanku bulan lalu. Dan aku juga terampil melakukan banyak hal seperti berkuda, memainkan piano dan sebagainya. Aku dilesskan dengan berbagai macam keterampilan oleh ayahku. Bodyguard terbaik sepertimu bahkan pernah kujatuhkan dengan sekali hentakan. Aku bisa bela diri dan menggunakan pedang dengan baik," jelasnya panjang lebar sambil memakai kembali sepatunya.
Henry melayangkan pandangannya keluar jalanan kota Tokyo sambil tersenyum samar. Segala ucapan gadis ini selalu membuat perutnya tergelitik.
"Sayangnya aku tidak tanya. Dan aku tidak mau tahu. Setahuku kau hanya gadis ceroboh yang bodoh, karena itu kau membutuhkan seorang bodyguard sepertiku," jawabnya acuh. Berusaha menahan tawa yang mendesak keluar.
Natsumi menyipitkan matanya menatap Henry. "Aku tidak butuh bodyguard sepertimu. Aku bisa menjaga diriku sendiri!"
Natsumi membuang muka dengan kesal dan melipat tangannya di depan dada. Bagaimana bisa seorang pengawal pribadi bersikap tidak sopan seperti ini padany? Dua minggu lagi adalah hari pernikahannya dengan Henry. Waktu yang tidak akan terasa lama. Ia benar-benar ingin menghindari semua ini. Menghindar dari Henry. Menghindar dari tututan ayahnya. Ia harus meyakinkan ayahnya kalau ia bisa menjaga dirinya sendiri. Tanpa Henry, ia akan baik-baik saja. Dengan begitu ayahnya pasti mau memenuhi permohonannya untuk membatalkan pernikahan ini. Yah, ia harus melakukan itu.
Natsumi mulai melirik jejeran toko yang terpajang di luar mobilnya. Di pinggiran kota Tokyo yang terkenal dengan deretan restoran yang menyediakan breakfast sushi fresh. Ia melihat ada sebuah restoran cepat saji yang buka pada jam segini. Namanya Ginza café. Ia segera mengalihkan pandangannya pada Zhou Mi yang sedang menyetir dan menyentuh bahunya.
"Zhou Mi, kita berhenti sebentar di restoran itu," serunya sambil melayangkan telunjuknya ke restoran pinggir jalan yang di tuju. "Pagi tadi aku belum sarapan. Aku sangat lapar," lanjutnya. Ia memegangi perutnya sambil meringis.
Zhou Mi sekilas melirik ke arah Henry meminta persetujuan. Belum sempat Zhou Mi angkat bicara Natsumi segera memotong. "Tentu saja dia tidak keberatan. Aku tahu dia juga belum sarapan. Dari tadi aku mendengar suara perutnya berbunyi, kau juga kan Zhou Mi? Sudah tenang saja. Nanti aku yang traktir," katanya sambil tersenyum puas. Ia menyandarkan kembali punggungnya ke sandaran kursi mobil sambil bersenandung ringan. Senyum kecil terus mengembang di bibirnya yang tipis.
Henry menatap Natsumi dengan alis berkerut. Ada apa dengan gadis ini? Kenapa dia senyum-senyum seperti itu? pikir Henry. Ia tidak menolak permintaan Natsumi sama sekali. Selama tak ada hal yang membahayakan gadis itu, ia tak punya alasan untuk menolak segala permintaan gadis itu tentu saja. Lagi pula perutnya memang sudah beberapa kali berbunyi. Ia memang tidak sempat sarapan sejak pagi. Karena kemarin malam ia pulang larut setelah mengantar gadis itu dan sepanjang malam ia tidak bisa tidur memikirkan semuanya. Semua kemungkinan yang akan terjadi nantinya dan langkah yang akan ia ambil selanjutnya untuk melaksanakan misinya.
Malam itu ia berusaha keras meyakinkan hatinya namun ketika pagj menjelang, ia tak mendapatkan jawaban apapun dari usahanya. Akhirnya ia hanya bisa mendengus kasar saat mendapat telepon dari Marcus untuk segera mengawalnya dan Natsumi ke Bandara. Entah karena alasan apa, rasa yang seharusnya tidak tumbuh itu berubah mejadi bongkahan harapan yang semakin kuat.
*****
Natsumi melangkah memasuki restoran yang di dominasi dengan warna merah dan putih itu, diikuti dengan dua pengawal lain di belakangnya -Henry dan Zhou Mi. Pemilik restoran ini memakai konsep Natal. Jadi dalam restoran tersebut banyak sekali barang-barang yang bisa ditemui seperti saat Natal. Contohnya patung Santa Cluse yang menanti di depan pintu masuk menyambut kedatangan para tamu dan beberapa kado Natal yang berjejer rapi di salah satu meja khusus.
Tempat duduknya terbuat dari kayu. Ada beberapa pohon Natal di setiap sudut cafe lengkap dengan bintang dan lampu-lampu yang indah. Berhubung ini masih pagi hari, jadi lampu Natal itu tidak di nyalakan.
Pelayan dengan baju seraba merah dan topi Santa Cluse menghampiri mereka dengan senyum megembang. Setelah mengucapkan pesanan masing-masing, pelayan tersebut pergi setelah sebelumnya membungkuk.
"Cantik sekali," ucap Natsumi dengan senyum merekah. Ia memperhatikan pohon natal kecil yang sedikit terselimuti salju di atas meja mereka dan boneka Santa Clause kecil di samping pohon Natal itu. Natsumi membulatkan mata dan tertawa renyah saat ia mendengar boneka tersebut mengucapkan kata selamat datang dalam bahasa Jepang saat ia tak sengaja menekan perut buncit boneka itu.
"Wah, boneka itu bisa bicara? Hebat sekali," sambut Zhou Mi yang memperhatikan Natsumi dan ikut melakukan apa yang gadis itu lakukan.
"Iya, lihat! Lucu sekali, bukan? Apa boneka ini boleh kubawa pulang?" tanya Natsumi pada Zhou Mi dengan nada bergurau.
"Pasti tidak boleh, Nona," sahut Zhou Mi dengan nada kecewa. Ia melirik Henry yang sedang mengawasi sekelilingnya kemudian mempokuskan pandangannya lagi pada Natsumi.
"Ah~ sayang sekali. Padahal aku sangat menginginkan boneka ini. Benar-benar lucu," ucap Natsumi sembari mengurucutkan bibirnya.
Tiba-tiba Zhou Mi mendekatkan bibirnya ke telinga Natsumi dan berbisik. "Bagaimana kalau kita curi saja?"
Natsumi memundurkan tubuhnya menatap Zhou Mi. Keningnya berkerut samar dan matanya membulat. Sesaat kemudian kedua alisnya terangkat.
"Zhou Mi!" katanya dengan nada tinggi. "Itu ide yang sangat bagus!!" ucapnya antusias. Kemudian gadis itu merogoh kantung sweters Zhou Mi yang besar, memastikannya kosong. "Ayo cepat kita sembunyikan sebelum pelayan itu datang. Nanti kalau ditanya kita pura-pura saja tidak tahu."
Natsumi dan Zhou Mi bersama-sama mulai.mengambil setiap mainan Natal di atas meja dan menyimpannya di saku sweters milik Zhou Mi.
Melihat kelakuan dua orang aneh di hadapannya itu, Henry yang sejak tadi diam saja kini angkat bicara. "Apa yang sedang kalian lakukan?"
"Ssttt... Jangan keras-keras. Nanti kita ketahuan." ucap Natsumi sambil menempelkan jari telunjuknya di depan bibir.
Henry menyadari kelakuan dua orang aneh itu dan dengan segera meraih boneka dan barang lainnya yang sedang mereka sembunyikan. Meletakkannya kembali ke tempatnya semula.
"Hei! Henry Lau, apa yang kau lakukan?" desis Natsumi.
Zhou Mi hanya diam saja dan duduk bersandar di tempatnya semula sambil tersenyum melihat reaksi Henry yang duduk di hadapan mereka angkat bicara.
"Berhentilah bersikap seperti anak-anak. Jangan mengambil barang yang bukan hakmu. Sekalipun orang tuamu adalah seorang gangster, kau tidak boleh bersikap memalukan seperti ini. Kau bisa dengan mudah meminta apapun pada ayahmu jika kau mau. Ingat, kita di sini untuk makan, bukan merampok!" sungut Henry bertubi-tubi, membuat Natsumi mengerutkan wajahnya sambil mencibir tak jelas.
Gadis itu memang sama sekali tidak berniat mengambil barang apapun. Ia hanya ingin bermain sebentar untuk melepaskan penat yang ia rasakan pada pria menyebalkan ini. Sejenak ingin melupakan kalau ia adalah calon istri seorang Henry Lau.
Tak lama setelah perdebatan itu, pelayan datang mengantarkan pesanan mereka. Setelah pelayan itu pergi Natsumi permisi ke toilet sebentar. Henry hendak berdiri mengikuti Natsumi. Biar bagaimanapun keselamatan gadis itu adalah yang terpenting. Dan di manapun Natsumi berada, Henry harus tetap melindunginya.
"Kau ingin ikut aku ke toilet juga?" tanya Natsumi heran saat melihat Henry mulai berdiri. Belum sempat Henry menjelaskan, Zhou Mi tiba-tiba memotong.
"Aku rasa tidak apa-apa Nona muda sendiri. Lagi pula Nona kan perempuan. Tidak mungkin kan kau menungguinya di depan pintu toilet. Lebih baik kita menunggunya di sini saja."
"Ya, Zhou Mi benar. Untuk apa kau ikut?! Sudah di sini saja. Tenang saja, aku tidak akan kabur," sahut Natsumi. Suara gadis itu terdengar sangat antusias.
Henry sedikit mengeryit. Ia merasa ada yang aneh dengan tingkah gadis ini sejak tadi. Namun karena Zhou Mi rekannya mengatakan demikian ia pun mengalah dan membiarkan gadis itu pergi sendirian ke toilet.

****

Natsumi mengendap-endap menuju pintu keluar restoran. Ya, gadis itu saat ini sedang berniat untuk kabur. Dengan bermodalkan bintang keberuntungan bahwa mungkin saja ia tidak akan tertangkap oleh dua orang bodyguard itu maka ia bisa lolos dari pernikahan yang akan mengikatnya seumur hidup.
Meja yang di tempati Henry dan Marcus ada di dekat pintu keluar. Dan Henry duduk berhadapan dengan pintu keluar restoran itu. Jadi agak sulit untuk Natsumi kabur. Tapi ia tetap berusaha.
Natsumi memperhatikan beberapa orang yang hendak keluar dari restorant tersebut. Ada sepasang suami istri dengan ukuran tubuh cukup besar telah selesai dengan hidangannya dan beranjak dari duduk menuju pintu keluar.
Natsumi mengintip dari celah-celah dinding yang menghubungkan koridor ke toilet dengan ruang makan itu. Ia memperhatikan Henry dan Zhou Mi yang sedang asyik menikmati hidangannya, lalu dengan gerakan cepat ia berjalan beriringan dengan dua orang suami istri itu. Ia berusaha menutupi wajahnya dengan tisue toilet yang di pegangnya dengan cara dilebarkan. Sesekali ia melirik ke arah mejanya lagi sambil tetap berjalan terburu-buru menyamai langkah kedua suami istri itu.
Keramaian di ruangan itu membuatnya lebih aman karena tubuhnya yang cukup kecil membuatnya dengan mudah sampai ke pintu keluar restoran tanpa sepengetahuan kedua bodyguardnya. Natsumi menghembuskan napas lega karena telah berhasil keluar dari restoran, dan tepat pada saat itu sebuah seruan mendarat di telinganya.
"Sudah ku katakan, jangan berbuat macam-macam. Kau ingin bermain-main denganku, huh?!!" suara itu terdengar sangat tidak asing. Dan Natsumi sangat tahu siapa pemilik suara itu. Kelegaannya barusan hilang dalam sekejap. Ia melengos sambil berbalik perlahan lalu menatap mata biru yang selalu memperhatikannya itu. Pria itu berdiri dengan santainya di samping pintu keluar dengan tangan melipat di depan dada. Natsumi hanya bisa tersenyum kecut dan menggigit bibir bawahnya.
Ternyata sia-sia saja. Memang dari awal ia seharusnya sudah sadar bahwa ia takkan sanggup melarikan diri dari pria ini. Ia hanya sedang mencoba bintang keberuntungannya. Dan ternyata bintang itu sedang tidak bersinar menyinarinya. Membiarkannya terjebak entah sampai kapan dengan pria bermata biru itu. Henry Lau.
*****

Posting Komentar Blogger Disqus

 
Top